Narasi 4 - Kita Sedang Menata Sapa, Untuk Jiwa Yang Saling Lupa

 "Dengan sengaja kamu abai, bahwa selayaknya aku sudah berdiri di seberang sana. Berdialog semata menyuarakan banyak hal yang tertimbun, meski hanya hampa yang bisa peka."


Aku sedih? Jangan tanya. 


Kadang, memang benar isi pikiran random-ku, yang pernah bilang begini: "Memangnya, seberapa spesial aku di matanya? Jangan terlalu optimis."


Tapi, memang salah, ya, kalau aku masih sangat ingin menghargai keberadaannya dengan cara yang berbeda? Maksudku 'berbeda' disini adalah dengan menata sapa untuk jiwanya yang mungkin sudah lupa.


Empat ratus tiga puluh tujuh hari telah terhitung. Dan aku masih larut dalam hal yang orang lain anggap sebagai hal sepele ini. Bagaimana bisa aku membiarkan waktu selama itu sia-sia demi satu hari yang terasa amat campur aduk?


Hampir menginjak empat puluh lima hari aku berusaha bertahan di bawah naungan sang mala, akhirnya jejak miliknya bisa aku tapaki. Meski... rautnya 'tak lagi aku mengerti.

Komentar

Postingan Populer